AGAMA.pptx by on Scribd
Rabu, 15 Mei 2019
Menjaga Martabat Manusia dengan Menjauhi Pergaulan Bebas dan Zina
A. Memahami Makna Larangan Pergaulan Bebas dan Zina Pergaulan bebas yang dimaksud pada bagian ini adalah
pergaulan yang tidak dibatasi oleh aturan agama maupun susila. Salah satu
dampak negatif dari pergaulan bebas adalah perilaku yang sangat dilarang oleh
agama Islam, yaitu zina. Hal inilah yang menjadi fokus bahasan pada bagian ini.
1. Pengertian Zina
Kata zina berasal dari kata zana-yazni yang
artinya hubungan layaknya suami istri antara perempuan dengan laki-laki yang
sudah mukallaf (baligh) tanpa ikatan pernikahan yang sah menurut syari’at
Islam.
2. Hukum Zina
Terkait hukum zina, semua ulama sepakat bahwa zina hukumnya haram,
bahkan zina dianggap sebagai puncak keharaman. Hal tersebut didasarkan pada
firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Isrā/17:32. Menurut pandangan hukum
Islam, perbuatan zina merupakan dosa besar yang dikategorikan sebagai perbuatan
yang keji, hina, dan buruk.
3. Kategori Zina
Perbuatan zina dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu Zina Muĥșan
dan Gairu Muĥșan. a. Zina Muĥșan, yaitu pezina sudah baligh,
berakal, merdeka, dan sudah pernah menikah. Hukuman terhadap zina muĥșan adalah
dirajam (dilempari dengan batu sederhana sampai meninggal). b. Zina Gairu
Muĥșan, yaitu pezina masih lajang, dan belum pernah menikah. Hukumannya
adalah didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun.
4. Hukuman bagi Pezina
Dalam hukum Islam, zina dikategorikan perbuatan kriminal atau
tindak pidana. Oleh sebab itu, orang yang melakukannya dikenakan sanksi atau hukuman
sesuai dengan syari’at Islam. Hukuman pelaku zina ada dua, yaitu seagai
berikut.
a. Dera atau pukulan sebanyak 100 (seratus) kali bagi pezina gairu
muĥșan dan ditambah dengan mengasingkan atau membuang pelakunya ke tempat
yang jauh dari tempat mereka. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt. dalam Q.S.
an-Nūr/24:2 serta hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid.
b. Dirajam sampai mati bagi
pezina Muĥșan. Hukuman rajam dilakukan dengan cara pelaku dimasukkan ke
dalam tanah hingga dada atau leher. Tempat untuk melakukan hukuman rajam adalah
tempat yang banyak dilalui manusia atau tempat keramaian. Hal ini didasarkan
pada hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, dan An- Nasa’i.
5. Hukuman bagi orang yang Menuduh Zina (Qazaf)
Mengingat beratnya hukuman bagi pelaku zina, maka hukum Islam telah
menentukan syarat-syarat yang berat bagi terlaksananya hukuman tersebut.
Syarat-syarat tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
a. Hukuman dapat dibatalkan bila masih terdapat keraguan terhadap peristiwa
atau perbuatan zina tersebut. Hukuman tidak dapat dilakukan setelah benar-benar
diyakini bahwa tidak terjadi perzinaan.
b. Untuk meyakinkan perihal
terjadinya zina tersebut, syaratnya harus ada empat orang saksi laki-laki yang
adil. Karena kesaksian empat orang wanita tidak cukup untuk dijadikan bukti,
sebagaimana empat orang kesaksian laki-laki yang fasik.
c. Kesaksian empat orang
laki-laki yang adil ini pun masih memerlukan syarat, syaratnya yaitu setiap laki-laki
tersebut harus melihat persis kejadiannya.
d. Andaikan seorang dari keempat saksi menyatakan kesaksian yang berbeda
dengan kesaksian tiga orang lainnya atau salah seorang di antaranya mencabut
kesaksiannya, maka terhadap mereka semuanya dijatuhkan hukuman menuduh zina.
Hukuman bagi penuduh zina terhadap perempuan baik-baik dengan didera sebanyak
80 (delapan puluh) kali deraan.
Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt. dalam Q.S.
An-Nûr/24:4. Sekarang menjadi sangat jelas bahwa Islam melarang keras
hubungan seksual atau hubungan biologis di luar pernikahan, apa pun alasannya. Karena
perbuatan zina sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan mengingkari
tujuan pembentukan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Islam
menghendaki agar hubungan seksual tidak saja sekadar memenuhi kebutuhan
biologis, tetapi islam menghendaki adanya pertemuan dua jiwa dan dua hati di
dalam naungan rumah tangga yang tenang, bahagia, saling setia, dan penuh kasih
sayang. Dua insan yang menikah itu akan melangkah menuju masa depan yang cerah
dan memiliki keturunan yang jelas asal usulnya. Tujuan pernikahan tersebut akan
menjadi porak-poranda, jika dikotori dengan zina.
Oleh karena itu,
tidak mengherankan jika perzinaan akan banyak menimbulkan problema sosial yang
sangat membahayakan bagi masyarakat, seperti bercampuraduknya keturunan,
menimbulkan rasa dendam, dengki, benci, sakit hati, dan menghancurkan kehidupan
rumah tangga. Sungguh Allah Swt. dan Rasulullah saw. melindungi kita semua dengan
ajaran yang sangat mulia. Begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari
pergaulan bebas.
Patut menjadi perhatian bagi generasi muda bahwa mereka
sedang mempertaruhkan masa depannya jika terlibat dalam pergaulan bebas yang melampaui
batas. Bergaul memang perlu, tetapi seyogyanya dilakukan dalam batas wajar dan
tidak berlebihan. Remaja adalah tumpuan masa depan bangsa. Jika moral dan
jasmaniah para remaja mengalami kerusakan, begitu pula masa depan bangsa dan
negara akan mengalami kehancuran. Jadi, jika kamu memikirkan masa depan diri
dan juga keturunan, sebaiknya selalu konsisten untuk mengatakan tidak pada
pergaulan bebas karena dampak pergaulan bebas bersifat sangat merusak dari segi
moral maupun jasmaniah. Di antara dampak negatif zina adalah sebagai berikut.
1) Mendapat laknat dari Allah Swt. dan rasul-Nya.
2) Dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat.
3) Nasab menjadi tidak jelas.
4) Anak hasil zina tidak
bisa dinasabkan kepada bapaknya.
5) Anak hasil zina tidak berhak mendapat warisan.
B. Ayat-Ayat Al-Qur’ān dan Hadis tentang Larangan Mendekati
Zina
1. Q.S. al-Isrā’/17:32
a. Lafal Ayat dan Artinya
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh
suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
b. Kandungan Ayat
Secara umum Q.S. al-Isrā’/17:32 mengandung
larangan mendekati zina serta penegasan bahwa zina merupakan perbuatan keji,
dan suatu jalan yang buruk. Allah Swt. secara tegas memberi predikat terhadap
perbuatan zina melalui ayat tersebut sebagai perbuatan yang merendahkan harkat,
martabat, dan kehormatan manusia. Karena bahayanya perbuatan zina, sebagai
langkah pencegahan, Allah Swt. melarang perbuatan yang mendekati atau mengarah
kepada zina. Imam Sayuṭi dalam kitabnya al-Jami’ al-Kabir menuliskan
bahwa perbuatan zina dapat mengakibatkan enam dampak negatif bagi pelakunya.
Tiga dampak negatif menimpa pada saat di dunia dan tiga
dampak lagi akan ditimpakan kelak di akhirat.
1) Dampak di dunia
a) Menghilangkan wibawa Pelaku zina akan kehilangan
kehormatan, martabat atau harga dirinya di masyarakat. Bahkan pezina disebut
sebagai sampah masyarakat yang telah mengotori lingkungannya.
b) Mengakibatkan kefakiran Perbuatan zina juga akan
mengakibatkan pelakunya menjadi miskin sebab ia akan selalu mengejar kepuasan
nafsu. Pelaku harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit hanya untuk memenuhi nafsunya.
c) Mengurangi umur Perbuatan zina tersebut juga akan
mengakibatkan umur pelakunya berkurang lantaran akan terserang penyakit yang
dapat mengakibatkan kematian. Saat ini banyak sekali penyakit berbahaya yang
diakibatkan oleh perilaku seks bebas, seperti HIV/AIDS, infeksi saluran
kelamin, dan sebagainya.
2) Dampak yang akan
dijatuhkan di akhirat
a) Mendapat murka dari Allah Swt. Perbuatan zina
merupakan salah satu dosa besar, sehingga para pelakunya akan mendapat murka
dari Allah Swt. kelak di akhirat.
b) Ĥisab yang jelek (banyak dosa) Pada saat hari
perhitungan amal (yaumul ḥisab), para pelaku zina akan menyesal karena
mereka akan diperlihatkan betapa besarnya dosa akibat perbuatan zina yang dia
lakukan semasa hidup di dunia. Penyesalan hanya tinggal penyesalan, semuanya
sudah terlanjur dilakukan.
c) Siksaan di neraka Para pelaku perbuatan zina akan
mendapatkan siksa yang berat dan hina kelak di neraka.
Dikisahkan pada saat Rasulullah saw. melakukan Isra’
dan Mi’raj beliau diperlihatkan ada sekelompok orang yang menghadapi
daging segar, tetapi mereka lebih suka memakan daging yang amat busuk daripada
daging segar.
Itulah siksaan dan kehinaan bagi pelaku zina. Mereka
berselingkuh padahal mereka mempunyai istri atau suami yang sah. Kemudian, Rasulullah
saw. juga diperlihatkan ada satu kaum yang tubuh mereka sangat besar, namun bau
tubuhnya sangat busuk, menjijikkan saat dipandang, dan bau mereka seperti bau
tempat pembuangan kotoran (comberan). Rasul kemudian bertanya, ‘Siapakah
mereka?’ Dua Malaikat yang mendampingi beliau menjawab, “Mereka adalah pezina
laki-laki dan perempuan.”
2. Q.S. an-Nûr/24:2
a. Lafal Ayat dan Artinya
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari
keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah Swt., jika kamu beriman
kepada Allah Swt. dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.” 1Aktivitas
b. Kandungan Ayat
Kandungan Q.S. an-Nûr/24:2 sebagai berikut.
1) Perintah Allah Swt. untuk mendera pezina perempuan
dan pezina lakilaki masing-masing seratus kali.
2) Orang yang
beriman dilarang berbelas kasihan kepada keduanya untuk melaksanakan hukum
Allah Swt.
3) Pelaksanaan hukuman tersebut disaksikan oleh
sebagian orang-orang yang beriman.
Dalam pandangan Islam, zina merupakan perbuatan
kriminal (jarimah) yang dikategorikan hukuman ĥudud, yakni sebuah
jenis hukuman atas perbuatan maksiat yang menjadi hak Allah Swt. Tidak ada
seorang pun yang berhak memaafkan kemaksiatan zina tersebut, baik oleh penguasa
atau pihak berkaitan dengannya. Berdasarkan Q.S. an-Nûr/24:2, pelaku perzinaan,
baik laki-laki maupun perempuan harus dihukum dera (dicambuk) sebanyak 100
kali.
Namun, jika pelaku perzinaan itu sudah muḥșan
(pernah menikah), sebagaimana ketentuan hadis Nabi saw maka diterapkan
hukuman rajam. Dalam konteks ini yang memiliki hak untuk menerapkan hukuman tersebut
hanya khalifah (kepala negara) atau orang-orang yang ditugasi olehnya.
Ketentuan ini berlaku bagi negeri yang menerapkan syari’at Islam sebagai
hukum positif dalam suatu negara. Sebelum memutuskan hukuman bagi pelaku zina,
maka ada empat hal yang dapat dijadikan sebagai bukti, yaitu (1) saksi, (2)
sumpah, (3) pengakuan, dan (4) dokumen atau bukti tulisan.
Dalam kasus
perzinaan, pembuktian perzinaan ada dua, yakni saksi yang berjumlah empat orang
dan pengakuan pelaku. Pengakuan pelaku, didasarkan beberapa hadis Nabi saw.
Ma’iz bin al- Aslami, sahabat Rasulullah saw. dan seorang wanita dari al-Gamidiyyah
dijatuhi hukuman rajam ketika keduanya mengaku telah berzina. Di samping
kedua bukti tersebut, berdasarkan Q.S. an-Nûr/24:6-10, ada hukum khusus
bagi suami yang menuduh istrinya berzina. Menurut ketetapan ayat tersebut
seorang suami yang menuduh istrinya berzina sementara ia tidak dapat
mendatangkan empat orang saksi, maka ia dapat menggunakan sumpah sebagai
buktinya. Jika ia berani bersumpah sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa
dia termasuk orang-orang yang benar, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa
laknat Allah Swt. atas dirinya jika ia termasuk yang berdusta, maka ucapan
sumpah itu dapat mengharuskan istrinya dijatuhi hukuman rajam.
Namun demikian, jika istrinya juga berani bersumpah
sebanyak empat kali yang isinya bahwa suaminya termasuk orang-orang yang
berdusta, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah Swt. atas
dirinya jika suaminya termasuk orang-orang yang benar, dapat menghindarkan
dirinya dari hukuman rajam. Jika hal ini terjadi, keduanya dipisahkan dari
status suami istri, dan tidak boleh menikah selamanya. Inilah yang dikenal
dengan li’an. Tuduhan perzinahan harus dapat dibuktikan dengan
bukti-bukti yang kuat, akurat, dan sah. Tidak boleh menuduh seseorang melakukan
zina tanpa dapat mendatangkan empat orang saksi dan bukti yang kuat. Carilah
ayat al-Qur’±n selain kedua ayat di atas yang mengandung larangan melakukan
perbuatan zina. Kemudian tuliskan pada buku latihanmu.
3. Hadis tentang Larangan Mendekati Zina
Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim “Barangsiapa
beriman kepada Allah Swt. dan hari akhir maka janganlah berdua-duaan dengan
wanita yang tidak bersama mahramnya karena yang ketiga adalah setan.” (H.R.
Ahmad
Menerapkan Perilaku Mulia
Kewajiban menutup aurat dengan berbusana sesuai dengan syari’at
Islam, merupakan salah satu akhlak yang sangat penting dalam Islam.
Penerapan perilaku tersebut dalam pergaulan sehari-hari di antaranya dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1.
Menjaga Pergaulan yang Sehat
Beruntunglah para pemuda dan remaja yang dapat menjaga
pergaulan sesuai dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan pergaulan yang sehat,
bernilai positif, dan mengandung manfaat. Pergaulan yang sehat antara laki-laki
dan perempuan merupakan pergaulan yang terbebas dari nafsu yang dapat mengarah
kepada hubungan seksual di luar nikah. Pergaulan remaja dan muda-mudi saat ini
memang sudah sedemikian tipis batasan-batasannya. Tidak mudah untuk membatasi pergaulan
itu. Ditambah lagi dengan berbagai kemudahan akses, baik melalui telepon, SMS, chatting,
dan situs jejaring sosial.
Dengan berbagai sarana itu pergaulan remaja pada umumnya
saat ini menjadi begitu dekat dan mudah. Persoalan yang lebih memprihatinkan
adalah para remaja tidak paham dan kadang tidak peduli mana batas-batas yang
wajar, mana yang tidak wajar, dan mana yang sudah kebablasan. Apa batasan
pergaulan itu? Dalam hal ini Rasulullah saw. memberikan batasan berupa larangan
berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan melalui hadis berikut: Artinya:
“Dari Ibnu Abbas; bahwa Rasulullah saw. bersabda, Janganlah seorang laki-laki
berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), dan janganlah seorang
wanita bepergian kecuali bersama mahramnya ...” (H.R. Bukhari dan Muslim)
2.
Menjaga Aurat
Aurat merupakan bagian dari tubuh yang harus dilindungi dan ditutupi agar
terjaga dari pandangan lawan jenis. Aurat perempuan adalah seluruh bagian
tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Aurat laki-laki adalah bagian
tubuh antara pusar sampai dengan lutut. Agar aurat perempuan tertutup,
maka diwajibkan untuk menggunakan jilbab dan pakaian yang dapat menutupi
seluruh tubuhnya, termasuk menutupi bagian dada. Kain kerudung dan pakaian itu
pun merupakan kain yang disyari’atkan, misal kainnya tidak boleh tipis, tidak
boleh sempit atau ketat, dan dapat menyamarkan lekuk tubuh perempuan.
Demikian juga dengan laki-laki, agar terjaga dari
pandangan maka bagian tubuh yang menjadi aurat itu harus dijaga dari
pandangan lawan jenis, caranya ditutup dengan pakaian yang sesuai. Firman Allah
Swt. yang artinya, “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar
mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya” (Q.S. an-Nûr/24:31)
3.
Menjaga Pandangan
Pandangan laki-laki terhadap perempuan atau sebaliknya
termasuk celah bagi setan melancarkan strategi untuk menggodanya. Kalau hanya
sekilas saja atau spontanitas atau tidak sengaja, pandangan mata itu tidak
menjadi masalah. Pandangan pertama yang tidak sengaja diperbolehkan, tetapi
jika berkelanjutan maka haram hukumnya. Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Dari
‘Abdulah bin Buraidah dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada ‘Ali
bin Abi Țalib, Hai ‘Ali! Janganlah kau ikuti pandangan pertama dengan pandangan
selanjutnya, karena yang pertama dimaafkan, tapi yang selanjutnya tidak.” (H.R.
Ahmad)
Untuk menjaga agar pandangan pertama tidak disertai
tujuan lain tersebut, cepatlah kendalikan diri kita. Salah satunya dengan cara
menundukkan pandangan. Sebelum iblis memasuki atau mempengaruhi pikiran dan
hati kita. Segera mohon pertolongan kepada Allah Swt. agar kita tidak
mengulangi pandangan yang mengandung unsur nakal itu.
4.
Menjaga Kehormatan
Organ paling pribadi manusia sering disebut atau
diperhalus dengan kata “kehormatan”. Jika direnungkan secara mendalam, sebutan
ini sungguh sangat arif dan tepat. Benteng paling akhir dari harga diri dan
kehormatan manusia baik laki-laki maupun perempuan ada pada organ tubuh yang
paling pribadi tersebut. Terkadang organ vital manusia juga disebut dengan
“kemaluan”. Hal ini juga relevan karena palang pintu rasa malu terakhir adalah
pada bagian tubuh tersebut. Orang dewasa yang normal, baik laki-laki maupun
perempuan tentu sangat malu jika organ vitalnya itu terlihat oleh pihak lain
yang tidak mempunyai hak untuk memandangnya.
5.
Meningkatkan Aktivitas dan Rajin Berpuasa
Bagi para pemuda dan remaja yang belum menikah
disarankan untuk memperbanyak aktivitas atau kegiatan yang positif. Hal ini
dapat membuat mengalihkan perhatian dan pikiran mesum. Ikutlah kegiatan
olahraga, ekstrakurikuler, kursus, bimbingan belajar, pekerjaan tambahan dan
lain-lain. Menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas dapat menyebabkan
perhatian kita selalu ke arah yang positif.
Cara lain yang dapat ditempuh untuk menahan nafsu bagi
para pemuda dan remaja yang belum menikah adalah dengan berpuasa sunah. Islam itu
indah dan sehat, dengan taat beribadah dan rajin puasa otomatis pikiran dan
hati menjadi bersih dan jernih. Tidak akan terlintas di pikiran kita untuk melakukan
hal yang melanggar kesusilaan. Perhatikan hadis Rasulullah saw. berikut ini. Artinya:
“Dari Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah ia berkata; Rasulullah saw.
mengatakan kepada kami, “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu
ba`ah maka menikahlah karena hal itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga
kemaluan, barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah berpuasa karena hal itu dapat
menekan hawa nafsunya.” (H.R. Ahmad).
Nikmatnya Mencari Ilmu dan Indahnya Berbagi Pengetahuan
A. Memahami Makna Menuntut Ilmu dan Keutamaannya
1. Kewajiban Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu atau belajar adalah kewajiban setiap
orang Islam. Banyak sekali ayat al-Qur’ān atau hadis Rasulullah saw.
yang menjelaskan tentang kewajiban belajar, baik kewajiban tersebut ditujukan
kepada lakilaki maupun perempuan. Bahkan wahyu pertama yang diterima Nabi saw. adalah
perintah untuk membaca atau belajar. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. al-‘Alaq/96:1-5)
Kewajiban menuntut ilmu bagi laki-laki dan perempuan
menandakan bahwa agama Islam tidak membeda-bedakan hak dan kewajiban manusia karena
jenis kelaminnya. Walau memang ada beberapa kewajiban yang diperintahkan Allah
Swt. dan Rasul-Nya yang membedakan lak-laki dengan perempuan. Akan tetapi,
dalam menuntut ilmu semua memiliki kewajiban dan hak yang sama antara laki-laki
dan perempuan. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah di
muka bumi dan sebagai hamba (‘abid).
Untuk menjadi khalifah yang sukses, maka sudah barang
tentu membutuhkan ilmu pengetahuan yang memadai. Bagaimana mungkin seseorang
dapat mengelola dan merekayasa kehidupan di bumi ini tanpa bekal ilmu
pengetahuan. Demikian pula sebagai hamba, untuk mencapai tingkat keyakinan
(keimanan) tertinggi kepada Allah Swt. dan makhluk-makhluk-Nya yang gaib
dibutuhkan ilmu pengetahuan yang luas. 162 Kelas X SMA/MA/SMK/MAK Menuntut ilmu
juga tidak dibatasi oleh jarak dan waktu. Mengenai jarak, ada ungkapan yang
menyatakan bahwa tuntutlah ilmu walau hingga ke negeri Cina. Demikian pula
dalam hal waktu, Islam mengajarkan bahwa menuntut ilmu itu dimulai sejak lahir
hingga liang lahat.
2. Hukum Menuntut Ilmu
Istilah ilmu mencakup seluruh pengetahuan yang tidak
diketahui manusia, baik yang bermanfaat maupun yang tidak bermanfaat. Untuk ilmu
yang tidak bermanfaat, haram, dan berdosa bagi orang yang mempelajarinya, baik
sukses maupun gagal. Adapun ilmu yang bermanfaat, maka wajib dituntut dan
dipelajari. Hukum menuntut ilmu-ilmu wajib itu terbagi atas dua bagian, yaitu fardu
kifayah dan fardu ‘ain.
a. Fardu Kifayah
Hukum menuntut ilmu fardu kifayah berlaku untuk
ilmu-ilmu yang harus ada di kalangan umat Islam sebagaimana juga dimiliki dan dikuasai
golongan kafir. Seperti ilmu kedokteran, perindustrian, ilmu falaq, ilmu
eksakta, serta ilmu-ilmu lainnya.
b.
Fardu ‘Ain Hukum
mencari ilmu menjadi fardu ‘ain jika ilmu itu tidak boleh ditinggalkan
oleh setiap muslim dan muslimah dalam segala situasi dan kondisi,
seperti ilmu mengenal Allah Swt. dengan segala sifat-Nya, ilmu tentang tatacara
beribadah, dan sebagainya.
3. Keutamaan Orang yang Menuntut Ilmu
Orang-orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya
diberikan keutamaan oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan derajat yang tinggi di
sisi Allah Swt. Di antara keutamaan-keutamaan orang yang menuntut ilmu dan yang
mengajarkannya adalah sebagai berikut.
a.
Diberikan derajat yang tinggi di sisi Allah Swt.
“Dan Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al- Mujadillah/58:11)
b.
Diberikan pahala yang besar di hari kiamat nanti
Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah saw. bersabda,
“Penuntut ilmu adalah penuntut rahmat, dan penuntut ilmu adalah pilar Islam dan
akan diberikan pahalanya bersama para nabi.” (H.R. ad-Dailami)
c.
Merupakan sedekah yang paling utama
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Sedekah yang paling utama adalah jika seorang muslim mempelajari ilmu dan
mengajarkannya kepada saudaranya sesama muslim.” (H.R. Ibnu Majah)
d.
Lebih utama daripada seorang ahli ibadah
Dari Ali bin Abi Talib ra. Rasulullah saw. bersabda,
“Seorang alim yang dapat mengambil manfaat dari ilmunya, lebih baik dari seribu
orang ahli ibadah.” (H.R.
ad-Dailami)
e.
Lebih utama dari śalat seribu raka’at
Dari Abu Żarr, Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Aba
ªarr, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah telah baik bagimu daripada śalat
(sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik
dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik daripada śalat seribu rakaat.” (H.R. Ibnu Majah)
f.
Diberikan pahala seperti pahala orang yang sedang berjihad di
jalan Allah
Dari Ibnu Abbas ra. Rasulullah saw. bersabda,
“Bepergian ketika pagi dan sore guna menuntut ilmu adalah lebih utama daripada
berjihad fi sabilillah.” (H.R.
ad-Dailami)
g.
Dinaungi oleh malaikat pembawa rahmat dan dimudahkan menuju surga
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah
sekumpulan orang yang berkumpul di suatu rumah dari rumah-rumah (masjid) Allah ‘Azza
wa Jalla, mereka mempelajari kitab Allah dan mengkaji di antara mereka,
melainkan malaikat mengelilingi dan menyelubungi mereka dengan rahmat, dan
Allah menyebut mereka di antara orang-orang yang ada di sisi-Nya. Dan tidaklah
seorang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu melainkan Allah memudahkan jalan
baginya menuju surga.” (H.R.
Muslim dan Ahmad)
B. Ayat-Ayat Al-Qur’ān tentang Ilmu Pengetahuan
Q.S. at-Taubah/9:122
1. Lafal Ayat dan Artinya
Artinya: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi
(ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak
pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”
3. Kandungan Ayat
Dalam ayat tersebut, Allah Swt. menerangkan bahwa tidak
perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang, apabila peperangan itu
dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas
dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi tekun
menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya ajaran-ajaran agama
itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang
lebih efektif serta bermanfaat serta kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan. Orang-orang
yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan
orang-orang yang berjuang di medan perang.
Dalam hal ini Rasulullah saw. telah bersabda yang
artinya, “Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw. bersabda, ‘Di akhirat
nanti tinta ulama ditimbang dengan darah para syuhada. Ternyata yang lebih
berat adalah tinta ulama dibandingkan dengan darah syuhada”. (H.R. Ibnu
Najar)
Tugas umat Islam adalah untuk mempelajari agamanya,
serta mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu
kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut merupakan tugas umat dan
tugas setiap pribadi muslim sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan
masing-masing, karena Rasulullah saw. telah bersabda; Artinya: “Dari
‘Abdullah bin Amru, sesungguhnya Nabi saw. bersabda; “Sampaikanlah olehmu
(apa-apa yang telah kamu peroleh) dariku walaupun hanya satu ayat al-Qur’ān”. (H.R.
Bukhari)
Apabila umat Islam telah memahami ajaran-ajaran
agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram, serta perintah dan larangan
agama, tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan.
Selain itu, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi
larangan-Nya. Dengan demikian, umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera di
dunia dan di akhirat. Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu
tersebut adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan apabila
ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar
pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja,. Apalagi untuk menggunakan
ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang
belum menerima pengetahuan.
C. Hadis tentang Mencari Ilmu dan Keutamaannya
1. Hadis dari Ibnu Abd. Barr. Artinya: “Rasulullah saw.
Bersabda; Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Dan sesungguhnya segala
sesuatu hingga makhluk hidup di lautan memintakan ampun bagi penuntut ilmu” (H.R.
Ibnu Abdul Barr)
Hikmah Ibadah Haji, Zakat, dan Wakaf dalam Kehidupan
A. Memahami makna Haji, Zakat, dan Wakaf
1. Haji
a. Pengertian Haji
Kata haji berasal dari bahasa Arab yang artinya
menyengaja atau menuju. Maksudnya adalah sengaja mengunjungi Baitullah (Ka’bah)
di Mekah untuk melakukan ibadah kepada Allah Swt. pada waktu tertentu dan dengan
cara tertentu secara tertib. Adapun yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah
bulan-bulan haji yang dimulai dari bulan Syawal sampai sepuluh hari pertama
bulan Zulhijah. Puncak pelaksanaan ibadah haji pada tanggal 9 Zulhijah yaitu
saat dilangsungkannya ibadah wukuf di padang Arafah. Adapun amal ibadah
tertentu ialah thawaf, sa’i, wukuf, mabit di Muzdalifah, melontar jumrah,
mabit di Mina, dan lain-lain.
Menurut istilah, haji adalah sengaja mengunjungi Ka’bah
dengan niat beribadah pada waktu tertentu dengan syarat-syarat dan dengan
cara-cara tertentu pula. Haji juga diartikan menyengaja ke Mekah untuk
menunaikan ibadah thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan menunaikan rangkaian
manasik dalam rangka memenuhi perintah Allah Swt. dan mencari ridha-Nya.
b. Hukum Haji
Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Hukum
melaksanakan ibadah haji adalah wajib bagi yang mampu melaksanakannya,
sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’ān surat Ali Imran ayat 97. Allah Swt.
berfirman:
Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata,
(di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran/3:97)
Kewajiban haji adalah sekali dalam seumur hidup.
Apabila ada yang melaksanakan haji lebih dari sekali, hukumnya sunah. Hal ini
didasarkan pada hadis Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra.sebagai
berikut. “Rasulullah saw. berkhutbah kepada kami, beliau berkata,‘Wahai
sekalian manusia, telah diwajibkan haji atas kamu sekalian.’Lalu al-Aqra bin Jabis
berdiri kemudian berkata, ‘Apakah kewajiban haji setiap tahun ya Rasulullah?’
Nabi menjawab, ‘Sekiranya kukatakan ya, tentulah menjadi wajib, dan sekiranya
diwajibkan, engkau sekalian tidak akan mampu. Ibadah haji itu sekali saja.
Siapa yang menambahi itu berarti perbuatan sukarela saja.”
c. Syarat dan Rukun Haji
Syarat haji terbagi ke dalam dua bagian, yaitu syarat
wajib haji dan syarat sah haji. Syarat haji ialah perbuatan-perbuatan yang
harus dipenuhi sebelum ibadah haji dilaksanakan. Apabila syarat-syaratnya tidak
terpenuhi, gugurlah kewajiban haji seseorang. Para ulama ahli fikih sepakat
bahwa syarat wajib haji adalah sebagai berikut.
1) Islam
2) Berakal (tidak gila)
3) Baligh
4) Ada muhrimnya
5) Mampu dalam segala hal (misalnya dalam hal biaya, kesehatan,
keamanan, dan nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan)
Sedangkan Syarat sah haji adalah sebagai berikut.
1) Islam
2) Baligh
3) Berakal
4) Merdeka.
Adapun rukun haji adalah perbuatan-perbuatan yang harus
dilaksanakan atau dikerjakan sewaktu melaksanakan ibadah haji. Maka apabila
ditinggalkan, ibadah hajinya tidak sah. Adapun rukun haji adalah sebagai
berikut.
1)
Ihram
Ihram adalah berniat mengerjakan ibadah haji atau umrah
yang ditandai dengan mengenakan pakaian ihram yang berwarna putih dan membaca
lafadz, “Labbaika Allahumma hajjan.” (bagi yang akan melaksanakan ibadah
haji), dan membaca lafadz, “Labbaika Allahumma umratan.” (bagi yang berniat
umrah). Ibadah haji dan umrah harus diawali dengan ihram. Apabila dengan
sengaja jamaah miqat tanpa ihram, maka dia harus kembali ke salah
satu miqat untuk berihram. Apabila jamaah telah berihram, maka sejak itu
berlaku semua larangan ihram sampai tahallul.
2) Wukuf
Wukuf, yaitu hadir di padang Arafah pada tanggal 9
Djulhijjah dari tergelincirnya matahari hingga terbenam. Wukuf adalah bentuk
pengasingan diri yang merupakan gambaran bagaimana kelak manusia dikumpulkan di
padang Mahsyar. Wukuf di Arafah merupakan saat yang tepat untuk mawas diri,
merenungi atas seperti yang pernah dilakukan, menyesali dan bertaubat atas
segala dosa yang dikerjakan, serta memikirkan seperti yang akan dilakukan untuk
menjadi muslim yang taat kepada Allah Swt. Selama wukuf perbanyaklah berzikir,
tahmid, tasbih, tahlil, dan istighfar. Berdoalah sebanyak mungkin,
karena doa yang kita panjatkan dengan ikhlas dan khusyu’ akan dikabulkan oleh
Allah Swt. Wukuf yang dicontohkan Rasulullah saw. diawali dengan shalat berjama’ah
dzuhur dan ashar dengan jama’ takdim qashar. Setelah itu, dilanjutkan dengan
khutbah guna memberikan bimbingan wukuf, seruan-seruan ibadah, dan memanjatkan
doa kepada Allah Swt. Pelaksanaan wukuf di Arafah hanya terjadi sekali dalam
setahun, yaitu setelah matahari tergelincir (melewati pukul 12 siang) pada
tanggal 9 Dzulhijjah bila pada waktu tersebut jamaah tidak wukuf, maka hajinya tidak
sah.
3) Thawaf
Thawaf adalah berputar mengelilingi Ka’bah dan dilakukan secara berlawanan
dengan arah jarum jam dengan posisi Ka’bah di sebelah kiri badan. Thawaf
dimulai dari Hajar Aswad dan diakhiri di Hajar Aswad pula, dilakukan
sebanyak tujuh kali putaran. Para ulama sepakat bahwa thawaf ada tiga macam,
yaitu: a) Thawaf Qudum, yaitu thawaf yang dilakukan ketika jamaah haji
baru tiba di Mekah. b) Thawaf Ifadhah, yaitu thawaf yang dilakukan pada
hari qurban setelah melontar jumrah aqabah. Inilah thawaf yang wajib
dilakukan pada waktu haji. Apabila ditinggalkan, maka hajinya batal. c) Thawaf
Wada’, yaitu thawaf perpisahan bagi jamaah yang akan meninggalkan Mekah. Adapun
Thawaf Sunnah adalah thawaf yang dilakukan kapan saja sesuai
dengan kemampuan jamaah.
Syarat sah Thawaf
Syarat sah thawaf adalah sebagai berikut. (1)
Niat (2) Menutup aurat (3) Suci dari hadas (4) Dilakukan sebanyak tujuh kali
putaran (5) Dimulai dan diakhiri di hajar aswad (6) Posisi Ka’bah di
sebelah kiri orang yang berthawaf (7) Dilaksanakan di dalam Masjidil Haram
4) Sa’i
Sa’i adalah berlari-lari kecil antara bukit Shofa dan bukit Marwah sebanyak
tujuh kali yang dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah. Sa’i
dilakukan setelah pelaksanaan ibadah thawaf.
Syarat sah sa’i Syarat sah sa’i adalah sebagai berikut.
a) Dilakukan sebanyak tujuh kali putaran (berawal di
bukit Shofa dan berakhir di bukit Marwah)
b) Dilakukan setelah thawaf ifadhah atau setelah
thawaf qudum.
c) Menjalani secara sempurna jarak Shofa-Marwah dan
Marwah- Shofa.
d) Dilakukan di tempat sa’i.
5) Tahallul
Tahallul adalah mencukur atau memotong rambut kepala sebagian atau
seluruhnya minimal tiga helai rambut. Tahallul dilakukan setelah melontar
jumrah aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah, yang disebut dengan tahallul awwal.
Setelah jamaah melakukan tahallul awal ini larangan-larangan haji
kembali dibolehkan kecuali berhubungan suami isteri. Tahallul tsani dilakukan
setelah thawaf ifadhah dan sa’i.
6) Tertib
Tertib yaitu berurutan dalam pelaksanaan mulai ihram
hingga tahallul.
d. Jenis Haji
Dari segi pelaksanaannya, ibadah haji terbagi ke dalam
tiga jenis, yaitu:
1)
Haji Tamattu’
Haji tamattu’ yaitu melaksanakan umrah terlebih
dahulu kemudian menggunakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan manasik haji.
Jenis haji inilah yang mudah dan paling banyak dilaksanakan jama’ah haji
Indonesia. Namun demikian, pelaksanaan haji jenis ini diwajibkan membayar dam
atau berpuasa sepuluh hari, yaitu tiga hari pada waktu di tanah suci dan tujuh
hari setelah kembali ke tanah air.
2) Haji Ifrad
Haji ifrad adalah berihram dan berniat dari miqat hanya untuk haji. Dengan
kata lain, mengerjakan haji terlebih dahulu kemudian mengerjakan umrah. Jenis
haji ini cukup sulit dilaksanakan bagi jamaah haji Indonesia, terutama yang
tidak terbiasa mengenakan kain ihram. Sebab, semenjak jama’ah tiba di Mekkah,
mereka tidak boleh melepas kain ihram hingga tiba hari raya Idul Adha atau
setelah pelontaran jumrah aqabah. Jemaah yang melaksanakan ibadah haji ifrad
tidak diwajibkan membayar dam
3) Haji Qiran
Haji qiran adalah melaksanakan haji dan umrah dengan satu kali ihram. Artinya,
apabila seorang jamaah haji memilih jenis haji ini, maka jamaah tersebut
berihram dari miqat untuk haji dan umrah secara bersamaan. Jamaah yang
melakukan jenis haji ini diwajibkan memotong hewan qurban.
e. Keutamaan Haji
Setiap ibadah yang diperintahkan Allah Swt. memiliki
hikmah dan keutamaan-keutamaan yang satu dengan lainnya berbeda-beda sebagai bentuk
saling melengkapi dan menyempurnakan. Adapun yang termasuk keutamaan-keutamaan
ibadah haji di antaranya adalah sebagai berikut.
1)
Haji merupakan amal paling utama
Ketika Rasulullah saw. ditanya mengenai amal yang
paling utama, maka beliau menjelaskan bahwa amal yang paling utama adalah beriman
kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, berjihad di jalan Allah, dan haji yang mabrur.
Adapun haji yang mabrur maksudnya adalah orang yang sekembalinya dari
melaksanakan ibadah haji perilakunya berubah menjadi lebih baik.
2)
Haji merupakan jihad
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah dialog
di dalam sebuah hadis sebagai berikut. “Ya Rasulullah, bolehkah kami ikut
berperang dan berjihad bersama engkau semua?’ Jawab Rasul, ‘Bagi engkau ada
jihad yang lebih baik dan lebih indah, yaitu haji, haji yang mabrur.’ Ujar
A’isyah ra. pula, ‘Setelah mendengar jawaban dari Rasulullah saw. ini aku tak
pernah lagi meninggalkan ibadah haji.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3)
Haji menghapus
dosa
Diriwayatkan dari Amar bin Ash, “Tatkala Allah Swt.
telah menanamkan di hatiku, aku datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata,
‘Ulurkanlah tanganmu agar aku berbaiat kepadamu.’ Rasulullah pun mengulurkan tangannya,
tetapi aku masih mengatupkan telapak tanganku. Maka beliau bertanya, ‘Bagaimana
engkau ini wahai Amar?’ Ujarku, ‘Aku akan mengajukan syarat.’ ‘Apa syaratnya?’
Tanya Rasulullah. ‘Yaitu agar aku diampuni.’ Ujarku. Maka beliau bersabda,
‘Tidaklah engkau tahu bahwa Islam itu menghapuskan keadaan sebelumnya, begitu
juga hijrah menghapuskan apa yang sebelumnya, juga haji menghapuskan apa yang
sebelumnya.” (HR. Muslim) 4) Pahala ibadah haji adalah surga Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Umrah
kepada umrah menghapuskan dosa yang terdapat di antara keduanya, sedang haji
yang mabrur tidak ada ganjarannya selain surga.” (HR. Bukhari Muslim)
2. Zakat
a. Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa (lughat) artinya tumbuh,
suci, dan berkah. Menurut istilah, zakat adalah pemberian yang wajib diberikan
dari harta tertentu, menurut sifat-sifat dan ukuran kepada golongan tertentu. Zakat
merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan disebutkan secara beriringan
dengan kata salat pada 82 ayat di dalam al-Qur’ān. Allah Swt. telah menetapkan
hukum wajib atas zakat sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’ān, Sunnah Rasul,
dan Ijma ulama.
b. Hukum Zakat
Allah Swt. telah menetapkan hukum wajib atas zakat
sebagai salah satu dari lima rukun Islam yang disebutkan di dalam al-Qur’ān.
Hal tersebut sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur’ān., Sunnah
Rasul-Nya, dan ijma’ para ulama. Di dalam al-Qur’ān Surat Al-Baqarah
ayat 43 Allah Swt. berfirman: Artinya, “dan dirikanlah salat, tunaikanlah
zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” Dalam Kitab Al-Ausath
dan Ash-Shagir, Imam Thabrani meriwayatkan dari Ali r.a bahwa Nabi Muhammad
saw. bersabda: Artinya, “Allah Swt. mewajibkan zakat pada harta orang-orang
kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat memberikan jaminan kepada orangorang
miskin di kalangan mereka. Fakir miskin tidak akan menderita kelaparan dan
kesulitan sandang pangan melainkan disebabkan perbuatan golongan orang kaya.
Ingatlah bahwa Allah Swt. akan mengadili mereka secara tegas dan menyiksa
mereka dengan azab yang pedih akibat perbuatannya itu.” (HR. Thabrani)
c. Syarat dan Rukun Zakat
Syarat dalam ibadah zakat, yaitu syarat yang berkaitan
dengan subjek zakat/muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan objek zakat
(harta yang dizakati).
1) Syarat zakat yang berhubungan dengan subjek atau
pelaku (muzakkī : orang yang terkena wajib zakat) adalah sebagai berikut.
a) Islam,
b) Merdeka
c) Baligh
d) Berakal.
2) Syarat-syarat yang berhubungan dengan jenis harta
(sebagai objek zakat) adalah sebagai berikut.
a) Milik
Penuh
Artinya penuhnya pemilikan, maksudnya bahwa kekayaan
itu harus berada dalam kontrol dan dalam kekuasaan yang memiliki, (tidak bersangkut
di dalamnya hak orang lain), baik kekuasaan pendapatan maupun kekuasaan
menikmati hasilnya.
b) Berkembang
Artinya harta itu berkembang, baik secara alami
berdasarkan sunatullāh maupun bertambah karena ikhtiar manusia. Makna berkembang
di sini mengandung maksud bahwa sifat kekayaan itu dapat mendatangkan income,
keuntungan atau pendapatan.
c) Mencapai Nisab
Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Contohnya nisab ternak unta adalah lima ekor dengan kadar
zakat seekor kambing. Dengan demikian, apabila jumlah unta kurang dari lima
ekor, maka belum wajib dikeluarkan zakatnya.
d) Lebih dari kebutuhan pokok
Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi
kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai
manusia.
e) Bebas dari Hutang
Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih
dari hutang, baik hutang kepada Allah Swt. (nażar atau wasiat)
maupun hutang kepada sesama manusia.
f) Berlaku Setahun/Haul
Suatu milik dikatakan genap setahun menurut al-Jazaili
dalam kitabnya Tanyinda al-Haqā’iq syarh Kanzu Daqā’iq, yakni genap satu
tahun dimiliki. Adapun yang termasuk rukun zakat adalah sebagai berikut. 1)
Pelepasan atau pengeluaran hak milik pada sebagian harta yang dikenakan wajib
zakat. 2) Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada
orang yang bertugas atau orang yang mengurusi zakat (amil zakat). 3) Penyerahan
amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.
d. Hikmah dan Keutamaan Ibadah Zakat
Banyak sekali hikmah dan keutamaan ibadah zakat yang
Allah Swt. perintahkan kepada hamba-Nya dan kaum muslimin. Di dalam al-Qur’ān Surat
At-Taubah/9:103 Allah Swt. berfirman, Ambillah (sebagian) dari harta mereka
menjadi sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan
mereka ….” (Q.S. At-Taubah/9:103)
Dari penjelasan ayat di atas, bahwa tujuan zakat adalah
untuk membersihkan mereka (pemilik harta) dari penyakit kikir dan serakah,
sifat-sifat tercela serta kejam terhadap fakir miskin, orang-orang yang tidak
memiliki harta, dan sifat-sifat hina lainnya. Di sisi lain, zakat juga untuk
menyucikan jiwa orang-orang berharta, menumbuhkan dan mengangkat derajatnya
dengan berkah dan kebajikan, baik dari segi moral maupun amal. Hingga dengan
demikian, orang tersebut akan mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun di
akhirat.
3. Wakaf
a. Pengertian Wakaf
Kata Wakaf berasal dari bahasa Arab yang berarti
menahan (al-habs) dan mencegah (al-man’u). Artinya menahan untuk
dijual, dihadiahkan, atau diwariskan. Berdasarkan istilah syar’i wakaf
adalah ungkapan yang diartikan penahanan harta milik seseorang kepada orang
lain atau kepada lembaga dengan cara menyerahkan benda yang sifatnya kekal
kepada masyarakat untuk diambil manfaatnya. Misalnya, seseorang mewakafkan tanah
miliknya yang dijadikan tempat pemakaman umum (TPU). Oleh karena itu, tanah
yang dimaksud tidak boleh diambil, diwariskan, atau dihadiahkan lagi kepada
orang lain.
b. Hukum Wakaf
Wakaf hukumnya sunnah. Namun, bagi pemberi wakaf (wakif) merupakan
amaliah sunnah yang sangat besar manfaatnya. Mengapa dikatakan amaliah sunnah yang
sangat besarmanfaatnya? Karena bagi wakif merupakan śadaqah jariyah.
Wakaf adalah perbuatan terpuji dan sangat dianjurkan dalam Islam. Hal ini
sesuai dengan dalil-dalil wakaf untuk keperluan umat.
Beberapa dalil tentang ibadah wakaf di antaranya
adalah sebagai berikut.
1) Q.S. Āli ‘Imrān/3:92 Artinya: “Kamu tidak akan memperoleh
kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan
apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Swt. Maha Mengetahui”.
(QS.Āli‘Imrān/3:92 )
2) Hadis Rasulullah saw. riwayat oleh Bukhari dan Muslim Artinya: “Dari
Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seseorang meninggal, maka
amalannya terputus kecuali tiga perkara sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat,
atau anak saleh yang mendoakannya.”. (H.R. Bukhari dan Muslim). Mengenai śadaqah
jariyah pada hadis di atas, ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan śadaqah
jariyah dalam hadis tersebut adalah wakaf.
c. Rukun dan Syarat Wakaf
Rukun wakaf ada empat, yaitu orang yang berwakaf,
benda yang diwakafkan, orang yang menerima wakaf, dan ikrar.
1) Orangyang berwakaf (al-wakif), dengan
syarat-syarat sebagai berikut.
a) Memiliki penuh harta itu, dia merdeka untuk mewakafkan
harta itu kepada siapa yang ia kehendaki.
b) Berakal, maksudnya tidak sah wakaf dari orang
bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
c) Baligh.
d) Bertindak secara hukum (rasyid).
Orang bodoh, orang yang sedang bangkrut (muflis),
dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2) Benda yang diwakafkan (al-mauquf),
syarat-syaratnya.
a) barang yang diwakafkan itu harus barang yang
berharga.
b) harta yang diwakafkan harus diketahui
kadarnya, apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul),
pengalihan milik ketika itu tidak sah.
c) harta yang diwakafkan harus miliki oleh orang
yang berwakaf (wakif).
d) harta harus berdiri sendiri, tidak melekat kepada
harta lain (mufarrazan) atau disebut dengan istilah gairaśai’.
3) Orang yang menerima manfaat wakaf (almauquf’alaihi)
atau sekelompok orang/badan hukum diberi tugas mengurus dan menerima barang wakaf
(nair) tersebut. Orang yang menerima wakaf diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu sebagai berikut.
a) Tertentu (mu’ayyan), artinya orang yang
menerima wakaf jelas jumlahnya. Apakah seorang, dua orang, atau
sekumpulan orang semuanya mempunyai kriteria tertentu dan tidak boleh diubah.
Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tersebut (almawqufmu’ayyan)
adalah orang yang boleh memiliki harta (ahlanlialtamlik).
Dengan demikian, orang muslim, merdeka, dan kafirimni
(nonmuslim yang bersahabat) yang memenuhi syarat tersebut, boleh memiliki
harta wakaf. Orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah untuk
menerima wakaf.
b) Tidak tertentu (gairamu’ayyan), artinya berwakaf
itu tidak ditentukan kriterianya secara rinci. Seperti untuk orang fakir,
orang miskin, tempat ibadah, makam, dan lain-lain. Syarat-syarat yang berkaitan
dengan gairamu’ayyan, yaitu yang menerima wakaf hendaklah dapat
menjadikan wakaf tersebut untuk kebaikan, dan dengan wakaf dapat
mendekatkan diri kepada Allah Swt. hal ini ditujukan hanya untuk kepentingan
islam saja.
d. Lafaz atau Ikrar Wakaf (Sighat), syarat-syaratnya
adalah sebagai berikut.
a) ucapan ikrar wakaf harus mengandung kata-kata yang
menunjukkan kekalnya (ta’bid), tidak sah wakaf jika ucapannya
dengan batas waktu tertentu.
b) Ucapan ikrar wakaf dapat direalisasikan segera (tanjiz),
tanpa disangkutkan, atau digantungkan kepada syarat tertentu.
c) Ucapan ikarar wakaf bersifat pasti.
d) Ucapan ikarar wakaf tidak diikuti oleh syarat yang
membatalkan. Apabila semua persyaratan di atas dapat terpenuhi, maka penguasaan
atas tanah wakaf bagi penerima wakaf sah.
Pewakaf (wakif) tidak dapat lagi menarik
kembali kepemilikan harta tersebut karena telah berpindah kepada Allah Swt. dan
penguasaan harta tersebut berpindah kepada orang yang menerima wakaf (náir).
Secara umum, penerima wakaf (náir) dianggap pemiliknya, tetapi
bersifat tidak penuh (gaira tammah).
Langganan:
Postingan (Atom)
Menjaga Martabat Manusia dengan Menjauhi Pergaulan Bebas dan Zina-PPT
AGAMA.pptx by on Scribd
-
MALAIKAT SELALU BERSAMAKU by on Scribd
-
A. Memahami Makna Iman kepada Malaikat dan Tugas-tugasnya 1. Pengertian Iman kepada Malaikat Iman secara bahasa artinya percaya atau y...
-
A. Memahami Makna Pengendalian Diri, Prasangka Baik, Husnużżan dan Persaudaraan ( Ukhuwah ) 1. Pengendalian Diri ( Mujāhadah an-Nafs )...