A. Memahami makna Haji, Zakat, dan Wakaf
1. Haji
a. Pengertian Haji
Kata haji berasal dari bahasa Arab yang artinya
menyengaja atau menuju. Maksudnya adalah sengaja mengunjungi Baitullah (Ka’bah)
di Mekah untuk melakukan ibadah kepada Allah Swt. pada waktu tertentu dan dengan
cara tertentu secara tertib. Adapun yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah
bulan-bulan haji yang dimulai dari bulan Syawal sampai sepuluh hari pertama
bulan Zulhijah. Puncak pelaksanaan ibadah haji pada tanggal 9 Zulhijah yaitu
saat dilangsungkannya ibadah wukuf di padang Arafah. Adapun amal ibadah
tertentu ialah thawaf, sa’i, wukuf, mabit di Muzdalifah, melontar jumrah,
mabit di Mina, dan lain-lain.
Menurut istilah, haji adalah sengaja mengunjungi Ka’bah
dengan niat beribadah pada waktu tertentu dengan syarat-syarat dan dengan
cara-cara tertentu pula. Haji juga diartikan menyengaja ke Mekah untuk
menunaikan ibadah thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan menunaikan rangkaian
manasik dalam rangka memenuhi perintah Allah Swt. dan mencari ridha-Nya.
b. Hukum Haji
Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Hukum
melaksanakan ibadah haji adalah wajib bagi yang mampu melaksanakannya,
sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’ān surat Ali Imran ayat 97. Allah Swt.
berfirman:
Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata,
(di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran/3:97)
Kewajiban haji adalah sekali dalam seumur hidup.
Apabila ada yang melaksanakan haji lebih dari sekali, hukumnya sunah. Hal ini
didasarkan pada hadis Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra.sebagai
berikut. “Rasulullah saw. berkhutbah kepada kami, beliau berkata,‘Wahai
sekalian manusia, telah diwajibkan haji atas kamu sekalian.’Lalu al-Aqra bin Jabis
berdiri kemudian berkata, ‘Apakah kewajiban haji setiap tahun ya Rasulullah?’
Nabi menjawab, ‘Sekiranya kukatakan ya, tentulah menjadi wajib, dan sekiranya
diwajibkan, engkau sekalian tidak akan mampu. Ibadah haji itu sekali saja.
Siapa yang menambahi itu berarti perbuatan sukarela saja.”
c. Syarat dan Rukun Haji
Syarat haji terbagi ke dalam dua bagian, yaitu syarat
wajib haji dan syarat sah haji. Syarat haji ialah perbuatan-perbuatan yang
harus dipenuhi sebelum ibadah haji dilaksanakan. Apabila syarat-syaratnya tidak
terpenuhi, gugurlah kewajiban haji seseorang. Para ulama ahli fikih sepakat
bahwa syarat wajib haji adalah sebagai berikut.
1) Islam
2) Berakal (tidak gila)
3) Baligh
4) Ada muhrimnya
5) Mampu dalam segala hal (misalnya dalam hal biaya, kesehatan,
keamanan, dan nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan)
Sedangkan Syarat sah haji adalah sebagai berikut.
1) Islam
2) Baligh
3) Berakal
4) Merdeka.
Adapun rukun haji adalah perbuatan-perbuatan yang harus
dilaksanakan atau dikerjakan sewaktu melaksanakan ibadah haji. Maka apabila
ditinggalkan, ibadah hajinya tidak sah. Adapun rukun haji adalah sebagai
berikut.
1)
Ihram
Ihram adalah berniat mengerjakan ibadah haji atau umrah
yang ditandai dengan mengenakan pakaian ihram yang berwarna putih dan membaca
lafadz, “Labbaika Allahumma hajjan.” (bagi yang akan melaksanakan ibadah
haji), dan membaca lafadz, “Labbaika Allahumma umratan.” (bagi yang berniat
umrah). Ibadah haji dan umrah harus diawali dengan ihram. Apabila dengan
sengaja jamaah miqat tanpa ihram, maka dia harus kembali ke salah
satu miqat untuk berihram. Apabila jamaah telah berihram, maka sejak itu
berlaku semua larangan ihram sampai tahallul.
2) Wukuf
Wukuf, yaitu hadir di padang Arafah pada tanggal 9
Djulhijjah dari tergelincirnya matahari hingga terbenam. Wukuf adalah bentuk
pengasingan diri yang merupakan gambaran bagaimana kelak manusia dikumpulkan di
padang Mahsyar. Wukuf di Arafah merupakan saat yang tepat untuk mawas diri,
merenungi atas seperti yang pernah dilakukan, menyesali dan bertaubat atas
segala dosa yang dikerjakan, serta memikirkan seperti yang akan dilakukan untuk
menjadi muslim yang taat kepada Allah Swt. Selama wukuf perbanyaklah berzikir,
tahmid, tasbih, tahlil, dan istighfar. Berdoalah sebanyak mungkin,
karena doa yang kita panjatkan dengan ikhlas dan khusyu’ akan dikabulkan oleh
Allah Swt. Wukuf yang dicontohkan Rasulullah saw. diawali dengan shalat berjama’ah
dzuhur dan ashar dengan jama’ takdim qashar. Setelah itu, dilanjutkan dengan
khutbah guna memberikan bimbingan wukuf, seruan-seruan ibadah, dan memanjatkan
doa kepada Allah Swt. Pelaksanaan wukuf di Arafah hanya terjadi sekali dalam
setahun, yaitu setelah matahari tergelincir (melewati pukul 12 siang) pada
tanggal 9 Dzulhijjah bila pada waktu tersebut jamaah tidak wukuf, maka hajinya tidak
sah.
3) Thawaf
Thawaf adalah berputar mengelilingi Ka’bah dan dilakukan secara berlawanan
dengan arah jarum jam dengan posisi Ka’bah di sebelah kiri badan. Thawaf
dimulai dari Hajar Aswad dan diakhiri di Hajar Aswad pula, dilakukan
sebanyak tujuh kali putaran. Para ulama sepakat bahwa thawaf ada tiga macam,
yaitu: a) Thawaf Qudum, yaitu thawaf yang dilakukan ketika jamaah haji
baru tiba di Mekah. b) Thawaf Ifadhah, yaitu thawaf yang dilakukan pada
hari qurban setelah melontar jumrah aqabah. Inilah thawaf yang wajib
dilakukan pada waktu haji. Apabila ditinggalkan, maka hajinya batal. c) Thawaf
Wada’, yaitu thawaf perpisahan bagi jamaah yang akan meninggalkan Mekah. Adapun
Thawaf Sunnah adalah thawaf yang dilakukan kapan saja sesuai
dengan kemampuan jamaah.
Syarat sah Thawaf
Syarat sah thawaf adalah sebagai berikut. (1)
Niat (2) Menutup aurat (3) Suci dari hadas (4) Dilakukan sebanyak tujuh kali
putaran (5) Dimulai dan diakhiri di hajar aswad (6) Posisi Ka’bah di
sebelah kiri orang yang berthawaf (7) Dilaksanakan di dalam Masjidil Haram
4) Sa’i
Sa’i adalah berlari-lari kecil antara bukit Shofa dan bukit Marwah sebanyak
tujuh kali yang dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah. Sa’i
dilakukan setelah pelaksanaan ibadah thawaf.
Syarat sah sa’i Syarat sah sa’i adalah sebagai berikut.
a) Dilakukan sebanyak tujuh kali putaran (berawal di
bukit Shofa dan berakhir di bukit Marwah)
b) Dilakukan setelah thawaf ifadhah atau setelah
thawaf qudum.
c) Menjalani secara sempurna jarak Shofa-Marwah dan
Marwah- Shofa.
d) Dilakukan di tempat sa’i.
5) Tahallul
Tahallul adalah mencukur atau memotong rambut kepala sebagian atau
seluruhnya minimal tiga helai rambut. Tahallul dilakukan setelah melontar
jumrah aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah, yang disebut dengan tahallul awwal.
Setelah jamaah melakukan tahallul awal ini larangan-larangan haji
kembali dibolehkan kecuali berhubungan suami isteri. Tahallul tsani dilakukan
setelah thawaf ifadhah dan sa’i.
6) Tertib
Tertib yaitu berurutan dalam pelaksanaan mulai ihram
hingga tahallul.
d. Jenis Haji
Dari segi pelaksanaannya, ibadah haji terbagi ke dalam
tiga jenis, yaitu:
1)
Haji Tamattu’
Haji tamattu’ yaitu melaksanakan umrah terlebih
dahulu kemudian menggunakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan manasik haji.
Jenis haji inilah yang mudah dan paling banyak dilaksanakan jama’ah haji
Indonesia. Namun demikian, pelaksanaan haji jenis ini diwajibkan membayar dam
atau berpuasa sepuluh hari, yaitu tiga hari pada waktu di tanah suci dan tujuh
hari setelah kembali ke tanah air.
2) Haji Ifrad
Haji ifrad adalah berihram dan berniat dari miqat hanya untuk haji. Dengan
kata lain, mengerjakan haji terlebih dahulu kemudian mengerjakan umrah. Jenis
haji ini cukup sulit dilaksanakan bagi jamaah haji Indonesia, terutama yang
tidak terbiasa mengenakan kain ihram. Sebab, semenjak jama’ah tiba di Mekkah,
mereka tidak boleh melepas kain ihram hingga tiba hari raya Idul Adha atau
setelah pelontaran jumrah aqabah. Jemaah yang melaksanakan ibadah haji ifrad
tidak diwajibkan membayar dam
3) Haji Qiran
Haji qiran adalah melaksanakan haji dan umrah dengan satu kali ihram. Artinya,
apabila seorang jamaah haji memilih jenis haji ini, maka jamaah tersebut
berihram dari miqat untuk haji dan umrah secara bersamaan. Jamaah yang
melakukan jenis haji ini diwajibkan memotong hewan qurban.
e. Keutamaan Haji
Setiap ibadah yang diperintahkan Allah Swt. memiliki
hikmah dan keutamaan-keutamaan yang satu dengan lainnya berbeda-beda sebagai bentuk
saling melengkapi dan menyempurnakan. Adapun yang termasuk keutamaan-keutamaan
ibadah haji di antaranya adalah sebagai berikut.
1)
Haji merupakan amal paling utama
Ketika Rasulullah saw. ditanya mengenai amal yang
paling utama, maka beliau menjelaskan bahwa amal yang paling utama adalah beriman
kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, berjihad di jalan Allah, dan haji yang mabrur.
Adapun haji yang mabrur maksudnya adalah orang yang sekembalinya dari
melaksanakan ibadah haji perilakunya berubah menjadi lebih baik.
2)
Haji merupakan jihad
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah dialog
di dalam sebuah hadis sebagai berikut. “Ya Rasulullah, bolehkah kami ikut
berperang dan berjihad bersama engkau semua?’ Jawab Rasul, ‘Bagi engkau ada
jihad yang lebih baik dan lebih indah, yaitu haji, haji yang mabrur.’ Ujar
A’isyah ra. pula, ‘Setelah mendengar jawaban dari Rasulullah saw. ini aku tak
pernah lagi meninggalkan ibadah haji.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3)
Haji menghapus
dosa
Diriwayatkan dari Amar bin Ash, “Tatkala Allah Swt.
telah menanamkan di hatiku, aku datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata,
‘Ulurkanlah tanganmu agar aku berbaiat kepadamu.’ Rasulullah pun mengulurkan tangannya,
tetapi aku masih mengatupkan telapak tanganku. Maka beliau bertanya, ‘Bagaimana
engkau ini wahai Amar?’ Ujarku, ‘Aku akan mengajukan syarat.’ ‘Apa syaratnya?’
Tanya Rasulullah. ‘Yaitu agar aku diampuni.’ Ujarku. Maka beliau bersabda,
‘Tidaklah engkau tahu bahwa Islam itu menghapuskan keadaan sebelumnya, begitu
juga hijrah menghapuskan apa yang sebelumnya, juga haji menghapuskan apa yang
sebelumnya.” (HR. Muslim) 4) Pahala ibadah haji adalah surga Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Umrah
kepada umrah menghapuskan dosa yang terdapat di antara keduanya, sedang haji
yang mabrur tidak ada ganjarannya selain surga.” (HR. Bukhari Muslim)
2. Zakat
a. Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa (lughat) artinya tumbuh,
suci, dan berkah. Menurut istilah, zakat adalah pemberian yang wajib diberikan
dari harta tertentu, menurut sifat-sifat dan ukuran kepada golongan tertentu. Zakat
merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan disebutkan secara beriringan
dengan kata salat pada 82 ayat di dalam al-Qur’ān. Allah Swt. telah menetapkan
hukum wajib atas zakat sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’ān, Sunnah Rasul,
dan Ijma ulama.
b. Hukum Zakat
Allah Swt. telah menetapkan hukum wajib atas zakat
sebagai salah satu dari lima rukun Islam yang disebutkan di dalam al-Qur’ān.
Hal tersebut sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur’ān., Sunnah
Rasul-Nya, dan ijma’ para ulama. Di dalam al-Qur’ān Surat Al-Baqarah
ayat 43 Allah Swt. berfirman: Artinya, “dan dirikanlah salat, tunaikanlah
zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” Dalam Kitab Al-Ausath
dan Ash-Shagir, Imam Thabrani meriwayatkan dari Ali r.a bahwa Nabi Muhammad
saw. bersabda: Artinya, “Allah Swt. mewajibkan zakat pada harta orang-orang
kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat memberikan jaminan kepada orangorang
miskin di kalangan mereka. Fakir miskin tidak akan menderita kelaparan dan
kesulitan sandang pangan melainkan disebabkan perbuatan golongan orang kaya.
Ingatlah bahwa Allah Swt. akan mengadili mereka secara tegas dan menyiksa
mereka dengan azab yang pedih akibat perbuatannya itu.” (HR. Thabrani)
c. Syarat dan Rukun Zakat
Syarat dalam ibadah zakat, yaitu syarat yang berkaitan
dengan subjek zakat/muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan objek zakat
(harta yang dizakati).
1) Syarat zakat yang berhubungan dengan subjek atau
pelaku (muzakkī : orang yang terkena wajib zakat) adalah sebagai berikut.
a) Islam,
b) Merdeka
c) Baligh
d) Berakal.
2) Syarat-syarat yang berhubungan dengan jenis harta
(sebagai objek zakat) adalah sebagai berikut.
a) Milik
Penuh
Artinya penuhnya pemilikan, maksudnya bahwa kekayaan
itu harus berada dalam kontrol dan dalam kekuasaan yang memiliki, (tidak bersangkut
di dalamnya hak orang lain), baik kekuasaan pendapatan maupun kekuasaan
menikmati hasilnya.
b) Berkembang
Artinya harta itu berkembang, baik secara alami
berdasarkan sunatullāh maupun bertambah karena ikhtiar manusia. Makna berkembang
di sini mengandung maksud bahwa sifat kekayaan itu dapat mendatangkan income,
keuntungan atau pendapatan.
c) Mencapai Nisab
Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Contohnya nisab ternak unta adalah lima ekor dengan kadar
zakat seekor kambing. Dengan demikian, apabila jumlah unta kurang dari lima
ekor, maka belum wajib dikeluarkan zakatnya.
d) Lebih dari kebutuhan pokok
Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi
kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai
manusia.
e) Bebas dari Hutang
Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih
dari hutang, baik hutang kepada Allah Swt. (nażar atau wasiat)
maupun hutang kepada sesama manusia.
f) Berlaku Setahun/Haul
Suatu milik dikatakan genap setahun menurut al-Jazaili
dalam kitabnya Tanyinda al-Haqā’iq syarh Kanzu Daqā’iq, yakni genap satu
tahun dimiliki. Adapun yang termasuk rukun zakat adalah sebagai berikut. 1)
Pelepasan atau pengeluaran hak milik pada sebagian harta yang dikenakan wajib
zakat. 2) Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada
orang yang bertugas atau orang yang mengurusi zakat (amil zakat). 3) Penyerahan
amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.
d. Hikmah dan Keutamaan Ibadah Zakat
Banyak sekali hikmah dan keutamaan ibadah zakat yang
Allah Swt. perintahkan kepada hamba-Nya dan kaum muslimin. Di dalam al-Qur’ān Surat
At-Taubah/9:103 Allah Swt. berfirman, Ambillah (sebagian) dari harta mereka
menjadi sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan
mereka ….” (Q.S. At-Taubah/9:103)
Dari penjelasan ayat di atas, bahwa tujuan zakat adalah
untuk membersihkan mereka (pemilik harta) dari penyakit kikir dan serakah,
sifat-sifat tercela serta kejam terhadap fakir miskin, orang-orang yang tidak
memiliki harta, dan sifat-sifat hina lainnya. Di sisi lain, zakat juga untuk
menyucikan jiwa orang-orang berharta, menumbuhkan dan mengangkat derajatnya
dengan berkah dan kebajikan, baik dari segi moral maupun amal. Hingga dengan
demikian, orang tersebut akan mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun di
akhirat.
3. Wakaf
a. Pengertian Wakaf
Kata Wakaf berasal dari bahasa Arab yang berarti
menahan (al-habs) dan mencegah (al-man’u). Artinya menahan untuk
dijual, dihadiahkan, atau diwariskan. Berdasarkan istilah syar’i wakaf
adalah ungkapan yang diartikan penahanan harta milik seseorang kepada orang
lain atau kepada lembaga dengan cara menyerahkan benda yang sifatnya kekal
kepada masyarakat untuk diambil manfaatnya. Misalnya, seseorang mewakafkan tanah
miliknya yang dijadikan tempat pemakaman umum (TPU). Oleh karena itu, tanah
yang dimaksud tidak boleh diambil, diwariskan, atau dihadiahkan lagi kepada
orang lain.
b. Hukum Wakaf
Wakaf hukumnya sunnah. Namun, bagi pemberi wakaf (wakif) merupakan
amaliah sunnah yang sangat besar manfaatnya. Mengapa dikatakan amaliah sunnah yang
sangat besarmanfaatnya? Karena bagi wakif merupakan śadaqah jariyah.
Wakaf adalah perbuatan terpuji dan sangat dianjurkan dalam Islam. Hal ini
sesuai dengan dalil-dalil wakaf untuk keperluan umat.
Beberapa dalil tentang ibadah wakaf di antaranya
adalah sebagai berikut.
1) Q.S. Āli ‘Imrān/3:92 Artinya: “Kamu tidak akan memperoleh
kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan
apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Swt. Maha Mengetahui”.
(QS.Āli‘Imrān/3:92 )
2) Hadis Rasulullah saw. riwayat oleh Bukhari dan Muslim Artinya: “Dari
Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seseorang meninggal, maka
amalannya terputus kecuali tiga perkara sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat,
atau anak saleh yang mendoakannya.”. (H.R. Bukhari dan Muslim). Mengenai śadaqah
jariyah pada hadis di atas, ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan śadaqah
jariyah dalam hadis tersebut adalah wakaf.
c. Rukun dan Syarat Wakaf
Rukun wakaf ada empat, yaitu orang yang berwakaf,
benda yang diwakafkan, orang yang menerima wakaf, dan ikrar.
1) Orangyang berwakaf (al-wakif), dengan
syarat-syarat sebagai berikut.
a) Memiliki penuh harta itu, dia merdeka untuk mewakafkan
harta itu kepada siapa yang ia kehendaki.
b) Berakal, maksudnya tidak sah wakaf dari orang
bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
c) Baligh.
d) Bertindak secara hukum (rasyid).
Orang bodoh, orang yang sedang bangkrut (muflis),
dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2) Benda yang diwakafkan (al-mauquf),
syarat-syaratnya.
a) barang yang diwakafkan itu harus barang yang
berharga.
b) harta yang diwakafkan harus diketahui
kadarnya, apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul),
pengalihan milik ketika itu tidak sah.
c) harta yang diwakafkan harus miliki oleh orang
yang berwakaf (wakif).
d) harta harus berdiri sendiri, tidak melekat kepada
harta lain (mufarrazan) atau disebut dengan istilah gairaśai’.
3) Orang yang menerima manfaat wakaf (almauquf’alaihi)
atau sekelompok orang/badan hukum diberi tugas mengurus dan menerima barang wakaf
(nair) tersebut. Orang yang menerima wakaf diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu sebagai berikut.
a) Tertentu (mu’ayyan), artinya orang yang
menerima wakaf jelas jumlahnya. Apakah seorang, dua orang, atau
sekumpulan orang semuanya mempunyai kriteria tertentu dan tidak boleh diubah.
Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tersebut (almawqufmu’ayyan)
adalah orang yang boleh memiliki harta (ahlanlialtamlik).
Dengan demikian, orang muslim, merdeka, dan kafirimni
(nonmuslim yang bersahabat) yang memenuhi syarat tersebut, boleh memiliki
harta wakaf. Orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah untuk
menerima wakaf.
b) Tidak tertentu (gairamu’ayyan), artinya berwakaf
itu tidak ditentukan kriterianya secara rinci. Seperti untuk orang fakir,
orang miskin, tempat ibadah, makam, dan lain-lain. Syarat-syarat yang berkaitan
dengan gairamu’ayyan, yaitu yang menerima wakaf hendaklah dapat
menjadikan wakaf tersebut untuk kebaikan, dan dengan wakaf dapat
mendekatkan diri kepada Allah Swt. hal ini ditujukan hanya untuk kepentingan
islam saja.
d. Lafaz atau Ikrar Wakaf (Sighat), syarat-syaratnya
adalah sebagai berikut.
a) ucapan ikrar wakaf harus mengandung kata-kata yang
menunjukkan kekalnya (ta’bid), tidak sah wakaf jika ucapannya
dengan batas waktu tertentu.
b) Ucapan ikrar wakaf dapat direalisasikan segera (tanjiz),
tanpa disangkutkan, atau digantungkan kepada syarat tertentu.
c) Ucapan ikarar wakaf bersifat pasti.
d) Ucapan ikarar wakaf tidak diikuti oleh syarat yang
membatalkan. Apabila semua persyaratan di atas dapat terpenuhi, maka penguasaan
atas tanah wakaf bagi penerima wakaf sah.
Pewakaf (wakif) tidak dapat lagi menarik
kembali kepemilikan harta tersebut karena telah berpindah kepada Allah Swt. dan
penguasaan harta tersebut berpindah kepada orang yang menerima wakaf (náir).
Secara umum, penerima wakaf (náir) dianggap pemiliknya, tetapi
bersifat tidak penuh (gaira tammah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar