A. Memahami Makna Busana
Muslim/Muslimah dan Menutup Aurat
1. Makna Aurat
Menurut bahasa, aurat berati malu, aib, dan buruk. Kata
aurat berasal dari kata awira yang artinya hilang perasaan. Jika
digunakan untuk mata, berarti hilang cahayanya dan lenyap pandangannya. Pada
umumnya, kata ini memberi arti yang tidak baik dipandang, memalukan, dan
mengecewakan. Menurut istilah dalam hukum Islam, aurat adalah batas minimal
dari bagian tubuh yang wajib ditutupi karena perintah Allah Swt.
2. Makna Jilbab dan Busana Muslimah
Secara etimologi, jilbab adalah sebuah
pakaian yang longgar untuk menutup seluruh tubuh perempuan kecuali muka dan
kedua telapak tangan. Dalam bahasa Arab, jilbab dikenal dengan istilah khimar,
dan dalam bahasa Inggris jilbab dikenal dengan istilah veil. Selain kata
jilbab untuk menutup bagian dada hingga kepala wanita untuk menutup aurat perempuan,
dikenal pula istilah kerudung, ĥijab, dan sebagainya.
Pakaian adalah barang yang dipakai (baju,
celana, dan sebagainya). Dalam bahasa Indonesia, pakaian juga disebut busana.
Jadi, busana muslimah artinya pakaian yang dipakai oleh perempuan. Pakaian
perempuan yang beragama Islam disebut busana muslimah. Berdasarkan makna
tersebut, busana muslimah dapat diartikan sebagai pakaian wanita Islam yang
dapat menutup aurat yang diwajibkan agama untuk menutupinya, gunanya
untuk kemaslahatan dan kebaikan bagi wanita itu sendiri serta masyarakat di
mana ia berada.
Perintah
menutup aurat sesungguhnya adalah perintah Allah Swt. yang dilakukan
secara bertahap. Perintah menutup aurat bagi kaum perempuan pertama kali
diperintahkan kepada istri-istri Nabi Muhammad saw. Agar tidak berbuat seperti
kebanyakan perempuan pada waktu itu (Q.S. al- Aĥzāb/33: 32-33). Setelah
itu, Allah Swt. memerintahkan kepada istri-istri Nabi saw. agar tidak
berhadapan langsung dengan laki-laki yang bukan mahramnya (Q.S.
al-Aĥzāb/33:53).
Selanjutnya,
karena istri-istri Nabi Muhammad saw. juga perlu keluar rumah untuk mencari
kebutuhan rumah tangganya, maka Allah Swt. memerintahkan mereka untuk menutup aurat
apabila hendak keluar rumah (Q.S. al-Aĥzāb/33:59). Dalam ayat ini,
Allah Swt. memerintahkan untuk memakai jilbab, bukan hanya kepada istri-istri
Nabi Muhammad saw. dan anak-anak perempuannya, tetapi juga kepada istri-istri
orangorang yang beriman. Dengan demikian, menutup aurat atau berbusana
muslimah adalah wajib hukumnya bagi seluruh wanita yang beriman.
Selanjutnya,
karena istri-istri Nabi Muhammad saw. juga perlu keluar rumah untuk mencari
kebutuhan rumah tangganya, maka Allah Swt. memerintahkan mereka untuk menutup aurat
apabila hendak keluar rumah (Q.S.
al-Aĥzāb/33:59). Dalam ayat ini, Allah Swt. memerintahkan untuk memakai
jilbab, bukan hanya kepada istri-istri Nabi Muhammad saw. dan anak-anak
perempuannya, tetapi juga kepada istri-istri orangorang yang beriman. Dengan
demikian, menutup aurat atau berbusana muslimah adalah wajib hukumnya
bagi seluruh wanita yang beriman.
B. Ayat-Ayat Al-Qur’ān dan Hadis
tentang Perintah Berbusana Muslim/
Muslimah
1. Q.S. al-Aĥzab/33:59
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah
mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar
mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah
Swt. Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
2. Q.S. An-Nūr/24:31
“Dan katakanlah kepada para
perempuan yang beriman, agar mereka menjaga
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (aurat-nya), kecuali yang (biasa) terlihat.Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya, danjanganlah menampakkan perhiasannya
(auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka,
atau putraputra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putraputra
saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba
sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan lakilaki (tua) yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah wahai
orangorang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Kandungan Q.S. al-Aĥzāb/33:59
Dalam
ayat ini, Rasulullah saw. diperintahkan untuk menyampaikan kepada para istrinya
dan juga sekalian wanita mukminah termasuk anak-anak perempuan beliau untuk
memanjangkan jilbab mereka dengan maksud agar dikenali dan membedakan dengan
perempuan nonmukminah. Hikmah lain adalah agar mereka tidak diganggu.
Karena dengan mengenakan jilbab, orang lain mengetahui bahwa dia adalah seorang
mukminah yang baik.
Pesan
al-Qur’ān ini datang menanggapi adanya gangguan kafir Quraisy terhadap
para mukminah terutama para istri Nabi Muhammad saw. yang menyamakan mereka dengan budak. Karena
pada masa itu, budak tidak mengenakan jilbab. Oleh karena itulah, dalam rangka
melindungi kehormatan dan kenyamanan para wanita, ayat ini diturunkan.
Islam
begitu melindungi kepentingan perempuan dan memperhatikan kenyamanan mereka
dalam bersosialisasi. Banyak kasus terjadi karena seorang individu itu sendiri
yang tidak menyambut ajakan al-Qur’ān untuk berjilbab. Kita pun masih
melihat di sekeliling kita, mereka yang mengaku dirinya muslimah, masih tanpa
malu mengumbar auratnya. Padahal Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya
rasa malu dan keimanan selalu bergandengan kedua-duanya. Jika salah satunya
diangkat, maka akan terangkat kedua-duanya.” (Hadis Saĥiĥ berdasarkan
syarah Syeikh Albani dalam kitab Adabul Mufrad).
Kandungan Q.S. an-Nūr/24:31
Dalam
ayat ini, Allah Swt. berfirman kepada seluruh hamba-Nya yang mukminah agar menjaga
kehormatan diri mereka dengan cara menjaga pandangan, menjaga kemaluan, dan
menjaga aurat. Dengan menjaga ketiga hal tersebut, dipastikan kehormatan
mukminah akan terjaga. Ayat ini merupakan kelanjutan dari perintah Allah Swt.
kepada hamba-Nya yang mukmin untuk menjaga pandangan dan menjaga kemaluan. Ayat
ini Allah Swt. khususkan untuk hamba-Nya yang beriman, berikut penjelasannya.
Pertama, menjaga pandangan. Pandangan diibaratkan “panah setan” yang siap
ditembakkan kepada siapa saja. “Panah setan” ini adalah panah yang jahat yang
merusakan dua pihak sekaligus, si pemanah dan yang terkena panah. Rasulullah
saw. juga bersabda pada hadis yang lain, “Pandangan mata itu merupakan anak
panah yang beracun yang terlepas dari busur iblis, barangsiapa meninggalkannya
karena takut kepada Allah Swt., maka Allah Swt. akan memberinya ganti dengan
manisnya iman di dalam hatinya.” (Lafal hadis yang disebutkan tercantum
dalam kitab Ad- Da’wa Dawa’ karya Ibnul Qayyim).
Panah
yang dimaksud adalah pandangan liar yang tidak menghargai kehormatan diri
sendiri dan orang lain. Zina mata adalah pandangan haram. Al-Qur’ān memerintahkan
agar menjaga pandangan ini agar tidak merusak keimanan karena mata adalah
jendela hati. Jika matanya banyak melihat maksiat yang dilarang, hasilnya akan
langsung masuk ke hati dan merusak hati. Dalam hal ketidaksengajaan memandang
sesuatu yang haram, Rasulullah saw. bersabda kepada Ali ra., “Wahai Ali,
janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja) dengan pandangan
(berikutnya), karena bagi engkau pandangan yang pertama dan tidak
boleh bagimu pandangan yang terakhir (pandangan
yang kedua)” (H.R.Abu Dawud dan At-Tirmidzi, di-hasan-kan
oleh Syaikh al-Albani).
Kedua, menjaga kemaluan. Orang yang
tidak dapat menjaga kemaluannya pasti tidak dapat menjaga pandangannya. Hal ini
karena menjaga kemaluan tidak akan dapat dilakukan jika seseorang tidak
dapat menjaga pandangannya. Menjaga
kemaluan dari zina adalah hal yang sangat penting dalam menjaga kehormatan.
Karena dengan terjerumusnya ke dalam zina, bukan hanya harga dirinya yang
rusak, orang terdekat di sekitarnya seperti orang tua, istri/suami, dan anak
akan ikut tercemar. “Dan, orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali
terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki. Maka
sesungguhnya, mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang
sebaliknya, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S.
al-Ma’ārij/70:29-31)
Allah Swt. sangat melaknat orang
yang berbuat zina, dan menyamaratakannya dengan orang yang berbuat syirik dan
membunuh. Sungguh, tiga perbuatan dosa besar yang amat sangat dibenci oleh
Allah Swt. Firman-Nya: “Dan, janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya,
zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S.
al-Isrā’/17:32).
Ketiga, menjaga batasan aurat yang
telah dijelaskan dengan rinci dalam hadis-hadis Nabi. Allah Swt. memerintahkan
kepada setiap mukminah untuk menutup auratnya kepada mereka yang bukan ma¥ram,
kecuali yang biasa tampak dengan memberikan penjelasan siapa saja boleh
melihat. Di antaranya adalah suami, mertua, saudara laki-laki, anaknya, saudara
perempuan, anaknya yang laki-laki, hamba sahaya, dan pelayan tua yang tidak ada
hasrat terhadap wanita.
Di samping ketiga hal di atas, Allah
Swt. menegaskan bahwa walaupun auratnya sudah ditutup namun jika berusaha untuk ditampakkan dengan
berbagai cara termasuk dengan menghentakkan kaki supaya gemerincing perhiasannya terdengar, hal itu sama saja
dengan membuka aurat. Oleh
karena itu, ayat ini ditutup dengan
perintah untuk bertaubat karena hanya dengan taubat dari kesalahan yang
dilakukan dan berjanji untuk mengubah sikap, maka kita akan beruntung.
3. Hadis dari Ummu ‘Aţiyyah
Dari Umu
‘A¯iyah, ia berkata, “Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk keluar pada Hari
Fi¯ri dan A«¥a, baik gadis yang menginjak akil balig, wanita-wanita yang sedang
haid, maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan
śalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah saw., salah
seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?’ Rasulullah saw.
menjawab, ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya.’” (H.R.
Muslim).
Kandungan Hadis
Kandungan hadis di atas adalah
perintah Allah Swt. kepada para wanita untuk menghadiri prosesi śalat ‘Īdul
Fiţri dan ‘Īdul Adĥa, walaupun dia sedang haid, sedang dipingit,
atau tidak memiliki jilbab. Bagi yang sedang haid, maka cukup mendengarkan khutbah
tanpa perlu melakukan śalat berjama’ah seperti yang lain. Wanita yang tidak
mempunyai jilbab pun dapat meminjamnya dari wanita lain.
Hal ini menunjukkan pentingnya
dakwah/khutbah kedua śalat ‘idain. Kandungan hadis yang kedua, yang
diriwayatkan oleh Ibnu Umar berisi tentang kemurkaan Allah Swt. terhadap orang
yang menjulurkan pakaiannya dengan
maksud menyombongkan diri.
Menerapkan Perilaku Mulia
Berikut ini beberapa perilaku mulia
yang harus dilakukan sebagai pengamalan berbusana sesuai syari’at Islam,
baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
1. Sopan-santun dan ramah-tamah
Sopan-santun dan ramah-tamah
merupakan ciri mendasar orang yang beriman. Mengapa demikian? Karena hal ini
merupakan salah satu akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. sebagai
teladan dan panutan. Rasulullah saw. adalah orang yang santun dan lembut
perkataannya serta ramah-tamah perilakunya. Hal itu ditunjukkan oleh Rasulullah
saw. bukan saja kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya, tetapi kepada orang
lain bahkan kepada orang yang memusuhinya sekalipun.
2. Jujur dan amanah
Jujur dan amanah adalah sifat
orang-orang yang beriman dan saleh. Tidak akan keluar perkataan dusta dan
perilaku khianat jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah Swt. Orang
yang membiasakan diri dengan hidup jujur dan amanah, maka hidupnya akan
diliputi dengan kebahagiaan. Betapa tidak, banyak orang yang hidupnya gelisah
dan menderita karena hidupnya penuh dengan dusta. Dusta adalah seburuk-buruk
perkataan.
3. Gemar beribadah
Beribadah adalah kebutuhan rokhani
bagi manusia sebagaimana olahraga,
makan, minum, dan istirahat sebagai kebutuhan jasmaninya. Karena ibadah
adalah kebutuhan, maka tidak ada alasan orang yang beriman untuk melalaikan atau
meninggalkannya. Orang yang beriman akan dengan senang hati melakukannya tanpa
ada rasa keterpaksaan sedikitpun.
4. Gemar menolong sesama
Menolong orang lain pada hakikatnya
adalah menolong diri sendiri. Bagi orang yang beriman, menolong dengan niat
ikhlas karena Allah Swt. sematamata akan
mendatangkan rahmat dan karunia yang tiada tara. Berapa banyak orang yang gemar
membantu orang lain hidupnya mulia dan terhormat.Namun sebaliknya, bagi
orang-orang yang kikir dan enggan membantu orang lain, dapat dipastikan ia akan
mengalami kesulitan hidup di dunia ini. Tolonglah orang lain, niscaya
pertolongan akan datang kepadamu meskipun bukan berasal dari orang yang kamu
tolong.
5. Menjalankan amar makruf dan
nahi munkar
Maksud amar makruf dan nahi
munkar adalah mengajak dan menyeru orang lain untuk berbuat kebaikan dan
mencegah orang lain melakukan kemunkaran/kemaksiatan. Hal ini dapat
dilakukan dengan efektif jika ia telah memberikan contoh yang baik bagi orang
lain yang diserunya. Tugas mulia tersebut haruslah dilakukan oleh setiap orang
yang beriman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar